Bendera Iran diperkenalkan pada 29 Juli 1980 sebagai simbol perubahan Iran menjadi sebuah republik Islam setelah Revolusi Islam Iran. Latar bendera adalah sebuah triwarna dengan jalur hijau, putih, dan merah dari atas ke bawah. Bendera Iran sebelumnya memiliki warna yang berbeda dalam bentuk Singa dan Matahari.[1]
Sesuai dengan konstitusi tahun 1980 setelah Revolusi Islam Iran, parlemen Iran menggantikan lambang Singa dan Matahari dengan lambang merah di tengah bendera. Lambang yang dirancang oleh Hamid Nadimi dan disetujui secara resmi oleh parlemen dan Ayatullah Khomeini ini adalah perpaduan dari berbagai unsur-unsur Islam: empat bulan sabit dan sebilah pedang membentuk sebuah monogram Allah yang menumpang tindih bacaan syahadat: lā ʾilāha ʾillà l-Lāh (Tiada Tuhan Selain Allah).[2] Dari kanan ke kiri, sabit pertama membentuk huruf alif, sabit kedua membentuk huruf lam pertama, bilah pedang membentuk huruf lam kedua, dan sabit ketiga dan keempat membentuk huruf ha. Terdapat juga sebuah tasydid di atas bilah pedang yang berbentuk menyerupai huruf W. Secara keseluruhan, lambang ini dirancang menyerupai bunga tulip untuk mengenang orang-orang yang mati untuk Iran dan melambangkan patriotisme, sesuai dengan legenda kuno yang menyatakan bahwa bunga tulip merah akan tumbuh dari darah martir.
Bacaan takbir (Allahu Akbar) ditulis dalam aksara kufi 22 kali di tepi garis hijau dan merah. Hal ini melambangkan panggilan takbir pada malam 22 Bahman (11 Februari 1979) yang menandai perubahan Iran menjadi sebuah republik Islam. Pada malam itu, radio nasional Iran menyiarkan: "Dari Teheran, suara Republik Islam Iran". Bacaan takbir ini membuat bendera Iran tidak dapat dilihat terbalik.
Di dalam kebudayaan Iran, warna hijau melambangkan pertumbuhan, kebahagiaan, persatuan, alam, semangat, dan bahasa Persia. Dalam sejarah, bangsa Persia menggunakan bendera segitiga berwarna hijau dan putih. Setelah Koresh yang Agung dari Persia (Pars) mengalahkan kakeknya, Astyages dari Medes (Mada) dan menyatukan tanah Persia dan Medes, ia membentuk bendera baru yang tersusun atas warna hijau, putih, dan merah, sebuah fondasi untuk bendera Iran dimasa selanjutnya. Warna hijau juga dapat melambangkan Islam, agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Iran.
Warna putih melambangkan perdamaian.
Warna merah melambangkan kesyahidan. Di dalam kebudayaan Iran, warna ini melambangkan keberanian, api, kehidupan, cinta, kehangatan, dan kecanggihan. Dalam sejarah, bangsa Medes menggunakan bendera segitiga berwarna merah dan putih.
Video: Daya Tahan Bisnis Consumer Saat Daya Beli Warga Turun
Bali merupakan pulau yang terkenal dengan kebudayaan dan adat istiadat yang beragam. Masyarakat dari Bali hingga saat ini masih sangat menjaga kebudayaan dan adat istiadat mereka.
Desa Ketewel adalah salah satu wilayah yang masih mempertahankan kekentalan adat dan budaya di daerahnya. Salah satu kebudayaan dan adat istiadat yang menjadi ciri khas Desa Ketewel adalah Topeng legong sakral, Ida Ratu Dari. Untuk tahu lebih lanjut tentang topeng sakral Ratu Dari yang menjadi ciri khas dari Desa Ketewel, simak penjelasannya di bawah.
Nama-nama Topeng Ratu Dari
Setelah Topeng ini distanakan dulu di Alas Jerem (sebelum ada Desa Ketewel), Ida Betara Indra pun memberikan nama pada topeng itu seperti bagaimana bidadari di Surga, di antaranya:
Lanjutkan membaca artikel di bawah
1. Topeng Bidadari Supraba;
2. Topeng Bidadari Sulasih;
3. Topeng Bidadari Nilotama;
4. Topeng Bidadari Tunjung Biru;
5. Topeng Bidadari Gudita;
6. Topeng Bidadari Gagar Mayang.
Sejarah tarian Topeng Ratu Dari
Dulu topeng Ida Ratu Dari ini belum ada tariannya, hingga datanglah raja dari Sukawati yang bernama I Dewa Agung Anom Karna. Beliau menjalankan semedi atau tapa di Pura Payogan Agung meminta petunjuk kepada Hyang Pasupati untuk diberikan anugerah bisa melihat tarian di surga.
Lalu setelah mendapatkan anugerah tersebut dibuatlah tarian untuk melestarikan topeng Ida Ratu Dari ini. Hingga sekarang topeng Ratu Dari ini tersimpan di Gedong Agung, Pura Payogan Agung, Desa Ketewel. Topeng ini sangan sakral dan hanya orang-orang tertentu yang boleh menyentuh topeng ini. Penari yang boleh mementaskan tarian ini pun hanyalah perempuan yang belum mengalami datang bulan.
Hingga saat ini tarian dari topeng Ida Ratu Dari ini masih ada dan dipertunjukkan saat piodalan (upacara keagamaan) di Pura maupun rainan sanggah atau merajan di rumah masyarakat Ketewel. Tarian yang pertama bernama Subandar. Setelah adanya tarian ini, Di Puri Sukawati, Puri Peliatan, dan puri lainnya pun mulai mengembang dan menata tarian tarian dari topeng Ida Ratu Dari sehingga terbentuklah tarian legong keraton.
Baca Juga: Tari Piring Sumatra Barat: Sejarah dan Makna Gerakan Tarian
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Austronesian honorific title for male Fijians of chiefly rank
Ratu ([ˈrɑːtu]) is an Austronesian title used by male Fijians of chiefly rank. An equivalent title, adi (pronounced [ˈandi]), is used by females of chiefly rank. In the Malay language, the title ratu is also the traditional honorific title to refer to the ruling king or queen in Javanese culture (though it has since been used in modern contexts to refer to both queen regnant and queen consort of any nation, e.g. "Ratu Elizabeth II" and "Ratu Camilla"). Thus in Java, a royal palace is called "keraton", constructed from the circumfix ke- -an and Ratu, to describe the residence of the ratu.
Ratu: A chiefly title for men used alone as a form of address, or in front of the chief's name, only in certain places The source of the Fijian title is Verata, and it has spread throughout Fiji during the past century, now applied to many local, minor chiefs as well as the major ones. The concept of his type of title is from Tonga. Strictly speaking, the title belongs only in Verata. In their time, Cakobau or Tanoa, his father, never themselves used the title of Ratu. It does not appear with Cakobau's name or any other chief's name in the Deed of Cession of 1874. (Exceptionally, in the 1850s, Ratu Mara Kapaiwai was one of the few who did use the word Ratu, though that may have been a name rather than a title.) It has been affixed to the names of Tana and Cakobau by later Fijians, retroactively. The Cakobau Memorial Church on Bau Island is now referred to as the Ratu Cakobau Church. Ratu may also be used as a personal first name or second name. The title may be acquired as part of a chiefly name, by a namesake. In such cases, it does not imply chiefly status. Adi is the female equivalent, sometimes heard as Yadi in Lau.
Ra is a prefix in many titles (ramasi, ramalo, rasau, ravunisa, ratu), and tu means simply "chief". The formal use of "ratu" as a title in a name (as in "Sir" in British tradition) was not introduced until after the cession of 1874. Until then, a chief would be known only by his birth name and his area-specific traditional title.
Regional variations include ro in Rewa and parts of Naitasiri and Tailevu, roko in parts of Naitasiri, Rewa and Lau (particularly the Moala group), ra in parts of Vanua Levu, particularly the province of Bua.
In all those places, it is used as a title preceding the person's name, much like "prince", "duke", "earl", "baron" or "lord".
The semantics, however, are a little different in Fijian although the name and title are usually reversed, for example:
In English, one would say His Royal Highness (Styling) Prince (address/title) Andrew (name), Duke of York (noble title).
In Fijian, one would say, Gone Turaga Na (Styling) Roko Tui Bau (noble title), Ratu (address/title) Joni Madraiwiwi (name).
The Fijian nobility consists of about seventy chiefs, each of whom descends from a family that has traditionally ruled a certain area. The chiefs are of differing rank, with some chiefs traditionally subordinate to other chiefs. The Vusaratu clan is regarded as the highest chiefly clan, with regards to the people of Bau until the rise of the Tui Kaba clan leader, who exiled all Vusaratu members. They are the heirs of Ratu Seru Epenisa Cakobau, the Vunivalu of Bau or Tui Levuka (Paramount Chief of Bau, on the eastern side of Viti Levu, Fiji's most populous island), He proclaimed himself "Tui Viti/King of Fiji" in 1871. (He was only recognised by the British and a few provinces of Viti Levu) He along with 12 high Chiefs subsequently ceded the islands to the United Kingdom in 1874.
Other prominent chiefly clans include the Vuanirewa (the traditional rulers of the Lau Islands) and the Ai So'ula (the traditional rulers of Vanua Levu).
During the colonial rule (1874–1970), the British kept Fiji's traditional chiefly structure and worked through it. They established what was to become the Great Council of Chiefs, originally an advisory body, but it grew into a powerful constitutional institution. Constitutionally, it functions as an electoral college to choose Fiji's president (a largely honorary position modelled on the British monarchy), the vice-president, and 14 of the 32 senators, members of Parliament's "upper house", which has a veto over most legislation. The 18 other senators are appointed by the Prime Minister (9), the Leader of the Opposition (8), and the Council of Rotuma (1); these appointees may, or may not, be of chiefly rank also. (The Senate was modelled on Britain's House of Lords, which consists of both hereditary and life peers.)
The presidency, vice-presidency, and fourteen senators are the only constitutional offices whose appointment is controlled by persons of chiefly rank. Chiefs in post-independence Fiji have always competed for parliamentary seats on an equal footing with commoners. In the years following independence, this favored the chiefly class, as the common people looked to them as their leaders and generally voted for them. For several elections, many ethnic Fijian members of the House, which is elected by universal suffrage, were of chiefly rank, but in recent elections, the discrepancy between chiefs and commoners is slowly narrowing, as commoners are becoming better educated and have begun to work their way into the power structure. The chiefs, however, retain enormous respect among the Fijian people. In times of crisis, such as the coups of 1987 and the third coup of 2000, the Great Council of Chiefs often stepped in to provide leadership when the modern political institutions have broken down.
Hubungan Iran dan Israel semakin memanas usai serangan di Damaskus, Suriah. Serangan Iran kali ini sebagai respons atas seragan Israel pada 1 April. Simak berita terbaru hanya di sini.
Kekaisaran Persia Akhemeniyah
Kekaisaran Iran Sasaniyah
Bendera Safawiyah dibawah pemerintahan Ismail I
Bendera Safawiyah dibawah pemerintahan Tahmasp I
Bendera Safawiyah setelah pemerintahan Ismail II
Bendera Iran selama pemerintahan Agha Khan
Bendera Nasional antara 1848-1852
Bendera Nasional antara 1852-1907
Bendera Nasional antara 1907-1933
Bendera Nasional antara 1933-1964
Bendera Nasional antara 1964-1980
Jakarta, CNBC Indonesia - Australia akan mengganti potret Ratu Elizabeth II dari uang kertas 5 dolar Australia dengan desain baru yang mencerminkan sejarah budaya pribumi negara itu. Hal ini disampaikan oleh bank sentral Negeri Kangguru, Reserve Bank of Australia (RBA), Kamis (2/2/2023).
RBA mengatakan keputusan tersebut mengikuti konsultasi dengan pemerintah federal. Pemerintah sendiri disebut telah setuju dengan langkah tersebut.
"Butuh beberapa tahun untuk merancang dan mencetak uang kertas baru. Sampai saat itu, catatan saat ini akan terus diterbitkan," ujar RBA dalam sebuah pernyataan dikutip Reuters dan diwartakan CNBC International.
"Sisi lain dari pecahan mata uang itu akan terus menampilkan Parlemen Australia," tambahnya.
Kematian Ratu Elizabeth tahun lalu telah memicu kembali perdebatan di Australia tentang masa depannya sebagai monarki konstitusional. Dalam referendum 1999, para warga Australia memutuskan untuk mempertahankan kepala monarki Inggris sebagai Kepala Negara, meski selisihnya tipis.
Raja Charles III, yang menjadi monarki Inggris setelah kematian ibunya, adalah kepala negara di Australia, Selandia Baru, dan 12 wilayah Persemakmuran lainnya di luar Inggris. Meski begitu, perannya sebagian besar bersifat seremonial.
Keputusan untuk memperbarui catatan itu juga muncul ketika pemerintah Buruh kiri-tengah Australia mendorong referendum, yang diperlukan untuk mengubah konstitusi, agar dapat mengakui kelompok Pribumi asli negara itu. Mereka juga meminta konsultasi lebih lanjut terhadap penduduk asli
Pada tahun 2021, Australia secara resmi juga mengubah lagu kebangsaannya untuk menghapus rujukan bahwa negara itu 'muda dan bebas' di tengah seruan untuk mengakui bahwa penduduk asli adalah bagian dari peradaban tertua di dunia.
Saksikan video di bawah ini:
Sejarah singkat Topeng Ratu Dari
Berdasarkan penuturan Jro Mangku Gede dari Desa Ketewel menurut sastra di Ketewel, Topeng Sang Hyang Legong ini dibuat oleh Ki Lampor yang berasal dari Lembah Semeru Agung, Jawa Timur dikutip dari channel YouTube Tjok Gde Raka Sukawati.
Ki Lampor diminta untuk membuat topeng Ida Ratu Dari yang berjumlah 9 topeng. Pada pembuatan topeng ini, Ki Lampor mendapatkan titah dari Sang Hyang Pasupati agar topeng ini dibuat dari kayu Jor Jenar.
Topeng Ida Ratu Dari ini memiliki ciri khas sebagai wujud Betara Indra. Lalu topeng itu pun distanakan dulu di Alas Jerem (sebelum ada Desa Ketewel). Setelah itu Ida Betara Indra pun memberikan nama pada topeng itu seperti bagaimana bidadari di Surga.
Baca Juga: Sejarah Tari Bali Topeng Legong dari Desa Ketewel, Sakral